Senin, 07 Desember 2009

Indonesia Belum Tertinggal Kembangkan Nano Teknologi

Indonesia tidak tertinggal jauh dalam teknologi nano (nanoteknologi) dibanding negara-negara Asia lainnya dan sangat potensial mengembangkan nanoteknologi yang saat ini sedang mulai mengalami "booming".

"Indonesia sangat potensial mengembangkan nanoteknologi, baik dalam hal bahan baku, pasar, maupun kesiapan sumber daya manusia," kata Ketua Umum Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) Dr. Nurul Taufiqurochman di sela Konferensi Internasional "Advanced Materials and Practical Nanotechnology" di Jakarta, Rabu (11/11) seperti dilansir ANTARA.

Saat ini, menurut Nurul yang akan mendapat anugerah Habibie Award itu, dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi, di mana dalam periode 2010 sampai 2020 akan tejadi percepatan luar biasa dalam penerapan nanoteknologi di dunia industri. Berbagai negara disebutkan, berlomba-lomba mengalokasikan dana untuk berinvestasi mengembangkan teknologi material berukuran mini itu, dimulai oleh AS yang pada 2000 mengalokasi dana riset hingga 3,7 miliar dolar AS. Sementara Rusia baru-baru ini mengalokasikan 4 miliar dollar AS.

Ia mengatakan, nanoteknologi saat ini sudah semakin diaplikasikan ke berbagai bidang di sektor industri seperti di bidang kosmetik, pengobatan, tekstil, bahan bangunan, teknologi informasi dan komunikasi dan lain-lain. Ia mencontohkan, di bidang kosmetik, butiran bedak seukuran nano meter yang sangat halus membuat penampilan menjadi jauh lebih menarik, di bidang pengobatan misalnya suatu zat berukuran nano lebih bisa menyerap dalam darah dan bisa lebih efektif memulihkan pasien.

Di bidang tekstil bisa membuat pakaian menolak keringat dan tidak perlu dicuci, di bidang TIK bisa membuat suatu media penyimpanan (memory stick) lebih banyak menyimpan data, atau di bidang material bisa memperkuat struktur bangunan. Ia melanjutkan, SDM di bidang nanoteknologi di Indonesia dinilai cukup banyak, yaitu lebih dari 100 ilmuwan.

Namun, ia menyayangkan, nanoteknologi belum bisa cepat berkembang karena keterbatasan dana dan infrastruktur. "Ilmuwan nano kita banyak tetapi terpencar-pencar. Namun, sekarang ini mereka sudah semakin menyatu dalam wadah dan ingin bergerak. Hanya saja hambatannya adalah dana," katanya.

Ia membandingkan dengan Korea Selatan yang presidennya sangat peduli pada perkembangan nanoteknologi dengan menyatakan "go nano or die", sehingga aplikasi nanoteknologi di Korea sangat pesat, dari mulai di industri telepon seluler hingga ke bioteknologi.
Sebelumnya, ia menyebutkan pada 2010 Indonesia sudah bisa menjadi pemasok material nano sebagai bahan baku, dan pada 2015 mampu memenuhi kebutuhan nasional produk nanopartikel serta mulai menjadi pemasok kebutuhan global.

Konsumsi partikel nano dunia diperkirakan semakin meningkat 5-10 kali lipat sejak 2005 hingga 2010, meliputi nanokeramik sebesar 179 juta dolar AS menjadi 1.500 juta dollar AS, nanopartikel logam dari 89 menjadi 770 juta dollar, nanostruktur logam dari 28 menjadi 198 juta dollar, nanoporous material dari 54 menjadi 690 juta dollar dan carbon nano tube dari 43 menjadi 260 juta dollar AS.

Referensi: http://www.tvone.co.id/berita/view/27384/2009/11/11/indonesia_belum_tertinggal_kembangkan_nano_tekhnologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar